Sabtu, 04 Desember 2010

CIRI DAN SYARAT KEBERHASILAN SUATU GERAKAN SOSIAL

Dikonsep oleh: Dr. Nasikun



Gerakan Sosial selalu dan terus-menerus berada di dalam proses "pembentukan", "menjadi", dan "berkembang".

Eksisten dan kelestraiannya menuntut dukungan suatu jaringan organisasi sosial yang rapi dan sistematis: mulai dari yang berskala lokal dan "grassroots" sampai dengan organisasi-organisasi yang ber-skala regional, nasional dan inter-nasional.

Sebagai nafas hidupnya, harus didukung dan diperkokoh oleh suatu identifikasi kelompok "kekitaan" yang kuat: mulai dari para pemimpin gerakan, "disciples", massa pendukung, dan simpatisan.

Melalui pertemuan-pertemuan informal, per-tukaran infor-masi, seminar, konferensi, lokakarya dan sejenisnya "converts" terus-menerus direkrut.

Suatu gerakan ssosial harus memiliki dan membangun lambang-lambangnya sendiri: baik lambang-lambang yang positif maupun lambang-lambang yang negatif.

Suatu gerakan sosial harus memiliki ideo-logi atau interpretasi ideologi yang jelas, yang memuat: (1) kritik terhadap situasi dan ideologi yang mendukungnya; dan (2) usulan alternatif bagi transformasinya.

Model i: "self-help model"

model atau pendekatan "self-help" (gotong-royong atau kerja-sama) lebih memusatkan orientasinya pada "proses" daripada pada "pelaksanaan tugas" atau "pen-capaian tujuan": pada proses untuk meng-ambil keputusan dan tindakan bersama bagi perbaikan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat.

Tekanan pada proses diberikan berdasarkan asumsi bahwa proses masyarakat memahami dan me-mecahkan masalah jauh lebih penting daripada masalah yang mereka hadapi: hanya melalui kerjasama masyarakat, terutama lapisan pen-duduk miskin, dapat memperbaiki situasi kehidupan mereka.

Di sepanjang proses itu, masyarakat mungkin memang berhasil melaksanakan tugas dan men-capai tujuan tertentu, akan tetapi itu hanya merupakan implikasi saja dari proses pendidikan masyarakat untuk memperbaiki situasi yang mereka hadapi.

Dengan kata lain, sangat sentral di dalam manajemen gerakan sosial menurut model atau pendekatan ini adalah proses pengembangan "dinamika masyarakat" untuk membangun suatu "self-organizing system".

Peran "agen perubahan" di dalam model atau pendekatan ini adalah "educational" dan/atau "organizational" (sebagai pendidik dalam kemapuan organisasi).

Model iii: "conflict model"

filosofi yang mendasarti aplikasi model atau pendekatan yang diperkenalkan dan dipopulerkan oleh alinsky (1972) ini adalah "tekanan normatif pada keadilan", yang menekankan pada perjuangan bagi suatu distribusi sumber daya yang lebih merata dan umumnya dengan melibatkan mereka yang berada di luar struktur kekuasaan masyarakat.

Prosedur kerja yang diturunkan dari model atau pendekatan ini pada dasarnya sama dengan prosedur kerja pendekatan pertama: bagaimana mendorong orang bekerjasama, mengartikulasi-kan masalah yang mereka hadapi, membangun kepemimpinan lokal, dan membantu membentuk kelompok-kelompok.

Jikalau model atau pendekatan pertama menekan-kan kerja-sama seluruh kekuatan masyarakat untuk men-capai tujuan-tujuan bersama, model atau pendekatan konflik menekankan polarisasi kelompok-kelompok ber-dasarkan isu-isu penting tertentu dan berdasarkan itu mengelola konflik diantara pihak-pihak yang berlawanan.

Peran agen perubahan di dalam model ini adalah mempolarisasi masalah-masalah ketidak-adilan ke dalam perumusan isu-isu yang jelas dan membantu mengorganisasi kelompok-kelompok yang lemah untuk merubah keadaan.

Keunggulan model atau pendekatan konflik dari pendekatan yang pertama adalah bahwa per-ubahan yang berarti dapat dicapai di dalam waktu yang cepat.

Model ii: "technical assistance model"

filosofi atau asumsi yang mendasari operasi model atau pendekatan ini adalah bahwa struktur (sosial) masyarakat mengendalikan perilaku anggota-anggotanya.

Di dalam banyak kasus, pada umumnya para peng-anut model atau pendekatan ini lebih banyak bekerja "untuk" masyarakat daripada bekerja "bersama" masyarakat dan oleh karena itu sering kali mengabaikan pentingnya partisipasi masyarakat.

Oleh filosofinya itu model atau pendekatan ini menekankan pembangunan proyek-proyek seperti pembangun-an jembatan, mendorong pembangunan ekonomi, pembangunan pusat-pusat kesehatan, atau penciptaan peluang kerja dan berusaha.


Peran agen perubahan di dalam modelatau pendekatan ini adalah melakukan analisa situasi masyarakat, mengumpulkan informasi teknis, dan berdasar-kan semua itu merumuskan program-program yang secara ekonomis layak dan secara sosial dapat dipertanggungjawabkan untuk me-ningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan semua itu tidak berarti bahwa model atau pendekatan "technical assistance" tidak memiliki peluang untuk memperoleh keberhasilan: pem-bangunan jembatan, industri, dan lebih banyak pusat pelayanan jelas memiliki dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat lokal.

Tema diskusi i
apa saja keunggulan-keunggulan dari tiap pilihan pendekatan di atas?
Sebaliknya, apa pula kelemahan-ke-lemahan dari ketiga pendekatan itu?

Apa saja kendala-kendala yang pada umumnya kita hadapi untuk me-nerapkan tiap pendekatan yang di-maksud?

Adakah syarat-syarat khusus yang inheren dan harus dipenuhi bagi keberhasilan penerapan tiap pen-dekatan di atas?

Mana diantara ketiga pendekatan di atas yang saudara anggap paling "appropriate" untuk diaplikasikan di indonesia: pendekatan ke i, ii, ke iii, atau kombinasi ketiganya atau dua (sebutkan dengan jelas) dari pen-dekatan-pendekatan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar